Wednesday 28 March 2012

Pa’bambangan Na Macca, Dan Entrepreneur

Kucari-cari koran langganan untuk mengetahui berita hari ini. Ada harian Fajar yang belum sempat saya baca juga, tertanggal 13 Juli 2010. Ada yang menarik dari catatan Syamsu Nur di halaman 1. Menariknya karena saya teringat media cetak dan TV seringkali menayangkan aksi demo mahasiswa di Makassar yang cenderung anarkis., atau bahkan perkelahian antar jurusan/fakultas dlam satu kampus ! yang seharusnya mereka berkompetisi dalam bidang yang relevan. Dari keprihatianan kondisi dan menariknya ulasan Syamsu Nur, terlebih Yusuf Kalla saya posting artikel dari Harian Fajar tersebut berikut.
__________________________________________________________________

Jusuf Kalla memang selalu menarik. Ide-ide dan logikanya menerjemahkan suatu masalah sangat masuk akal. Maka ketika dia berbicara di Gedung Graha Pena, Sabtu 10 Juli lalu, 500 peserta seminar sangat merasa puas. Seminar diselenggarakan Harian Fajar dalam rangkaian ulang tahun ketiga Graha Pena Makassar, dengan tema “Membangun jiwa entrepreneurship sejak mahasiswa”.

Mahasiswa Makassar terkenal dengan
demonstrasinya yang sering anarkis, telah menjadi bahan ejekan di mana-mana. Kendati kegiatan seperti ini ada hubungan dengan jiwa keras, karakter dari suku Bugis Makassar, namun dampak negatif selalu saja muncul. Karena itu kalimat yang selalu diucapkan sebagai ejekan adalah pa’bambangang na tolo, yang artinya semangat keras dan tolol, perlu dicermati. Apakah itu ada relevansinya?

Pada dasarnya pa’bambangang adalah sifat atau karakter suku Bugis Makassar yang memang dimiliki sejak dari nenek moyang. Ini, menurut Jusuf Kalla, susah diubah. Sama susahnya mengubah karakter orang Jawa yang kalem dan tenang. Kalau diterjemahkan, kata pa’bambangang maka artinya, semangat keras, inovasi, kerja cepat dalam mencapai tujuan.

Karena itu pa’bambangang bisa punya arti positif. Semangat ini penting bagi seorang enterpreneur, yaitu semangat mau maju, semangat untuk melakukan inovasi. Maka kata pa’bambangang bisa kita jadikan kekuatan bagi suku Bugis Makassar.

Tapi pa’bambangang na tolo harus diubah menjadi pa’bambangang na macca yang artinya semangat keras dan pintar. Semangat keras itu ada waktunya dibutuhkan. Ketika Jusuf Kalla menangani perdamaian Aceh, ia kadang bersikap keras. Yang namanya pa’bambangang muncul juga. Saat GAM berkeras mau merdeka, Jusuf Kalla dengan tegas mengatakan, kalau begitu kita “perang 100 tahun”. GAM tidak mau mundur dan menyatakan “baik, kita perang 100 tahun.”

Sesudah jabat tangan pertanda setuju “perang 100 tahun”, Jusuf Kalla mengingatkan, perang seratus tahun itu terjadi di Aceh, berarti korban yang banyak adalah rakyat Aceh. Pihak GAM berpikir, kemudian berkata “kalau begitu, kita bicara damai.” Di sini Jusuf ternyata mempraktikkan pa’bambangang na macca. Satu sisi dia bersikap keras, tapi satu sisi dia menggunakan akal kepintaran. Maka berkat pa’bambangang na macca dicapailah perdamaian Aceh.

Ketika semasa mahasiswa, Jusuf Kalla bersama Alwi Hamu, dan Aksa Mahmud, sudah mempraktikkan semangat pa’bambangang na macca. Ia sering memimpin demo, sering bersuara keras, kritiknya tajam tapi mengena. Argumentasinya kuat dan beralasan. Dan yang penting, tidak anarkis. Ia akhirnya bersama teman-temannya banyak dikenal. Dia punya banyak relasi, memiliki hubungan yang luas. Dan ini menguntungkan dan menjadi modal untuk menjadi entrepreneur.

 Kalau menjadi pa’bambangang na tolo, kita dijauhi orang dan sulit dipercaya. Sifat ini tidak menguntungkan jadi entrepreneur. Itu memberi dampak negatif yang membuat kita akan jauh dari keberhasilan. engalaman dan kisah Jusuf Kalla ini sangat menarik. Perlu diresapi bahwa pa’bambangang na macca hendaknya dikembangkan. Karakter kita, suku Bugis Makassar, yang pa’bambangang atau sifat dan karakter kerasnya itu perlu diarahkan menjadi kekuatan yang berguna, bermanfaat bagi kemajuan. Maka sifat sinis yang diarahkan ke Sulsel selama ini, pada akhirnya kita harapkan bisa membangkitkan semangat berubah. Semangat meninggalkan pa’bambangan na tolo menjadi pa’bambangan na macca. Dan kemajuan pastilah akan diraih sekiranya berbarengan dengan itu, muncul juga banyak tokoh yang selalu berpikiran sehat common sense seperti Jusuf Kalla. (*)

Sumber : Catatan Syamsu Nur, Fajar 13 Juli 2010

No comments:

Post a Comment